May 29, 2008

Kisah Energi Alternatif (4)


Skema Cara Hemat BBM dengan Air Ala Djoko Sutrisno




Jakarta - Penemuan Djoko Sutrisno, warga Kelurahan Pakuncen Jl HOS Cokroaminoto No 76 Yogyakarta, tentang teknologi untuk menghemat bahan bakar minyak (BBM) dengan air mendapat respons dari banyak pembaca. Temuan Djoko Sutrisno ini sudah diaplikasikan di Yogya.

Teknologi ala Djoko Sutrisno ini bisa digunakan untuk sepeda motor dan mobil. Silakan lihat skema teknologi yang ditemukan Djoko Sutrisno untuk mobil dan motor. Ada perbedan sedikit skema aplikasi untuk motor dan mobil.

Mengenai teknologi temuannya, Djoko menjelaskan, air yang akan menjadi sumber energi itu dicampur dengan zat kimia berupa Kalium Hidroksida (KOH). Gas hidrogen tersebut mampu menambah oktan di bensin atau solar, sehingga menjadi lebih hemat.

"Prinsipnya air murni atau aquades ditambah KOH yang bisa dibeli di toko-toko bahan kimia dengan harga murah itu, motor bisa jalan," kata Djoko saat ditemui detikcom, Senin (26/5/2008) lalu.

Air yang yang sudah dicampur bahan tersebut kemudian dihubungkan dengan elektroda agar unsur oksigen dan hidrogen dalam air tersebut terurai. Setelah itu unsur hidrogennya yang mudah terbakar dijebak dan diambil sebagai sumber tenaga.

"Sangat sederhana sekali, logis dan ilmiah sehingga semua orang bisa memanfaatkannya. Saya tak takut temuan saya ini ditiru orang lain. Tak perlu dipatenkan agar semua orang bisa memanfaatkannya," imbuh dia.

Dengan temuannya ini, menurut Djoko, penggunaan BBM yang digunakan untuk sepeda motor atau mobil bisa hemat secara signifikan.
( bgs / asy, www.detik.com )



Kisah Energi Alternatif (3)


Djoko Sempat Dianggap Gila




Yogyakarta - Penemuan-penemuan baru memang sering mendatangkan tuduhan-tuduhan yang tidak mengenakkan. Djoko Sutrisno, warga Yogyakarta yang menemukan alat penghemat BBM dengan pemanfaatan air, pernah dianggap gila oleh para tetangga.

Djoko mempraktekkan pertama kali teknologi temuannya pada mobil pribadinya, Suzuki Jimny. Namun bukannya orang lain terkagum-kagum, sebaliknya mereka malah mengejek dengan mengatakan, "Gila kamu, masak mobilmu dijalankan pakai air."

"Itu pada tahun 2005, ketika saya pakai mobil Jimny dan orang pada tahu mobil saya dijalankan pakai air, orang malah bilang gila kamu, Djok," kenang Djoko waktu itu sambil tertawa saat ditemui detikcom di rumahnya di Kelurahan Pakuncen, Jl. HOS Cokroaminoto No 76 Yogyakarta, Senin (26/5/2008).

Dia pun tetap cuek dan terus melakukan uji coba. Tidak hanya mobil saja yang dipakai untuk percobaan. Sepeda motor milik anaknya juga dipasang alat itu. Karena sudah terbukti memang membuat irit BBM, beberapa teman-temannya mulai tahun 2007 hingga kini meminta kendaraannya dipasang alat penghemat BBM itu.

"Lihat saja sekarang tidak hanya teman-teman saya, tapi lewat mulut ke mulut, mereka datang ke sini. Saya pun juga tak pelit untuk berbagi pengalaman," kata Djoko yang sudah lupa berapa ratus motor yang telah dipasangi alat itu.

Menurut dia, untuk membuat alat yang bisa menampung air yang menghasilkan gas tidaklah terlalu besar. Cukup menggunakan botol plastik untuk kecap atau saus yang biasa ditaruh di meja makan. Botol bekas pun bisa dipakai asalkan tidak mudah bocor dan fleksibel bila akan ditempatkan di salah satu bagian bodi motor. Alat yang lain berupa selang kecil, kabel dan lampu kecil untuk indikator bila larutan kimia di dalam botol itu mulai berkurang. Selang akan digunakan untuk menyambung menuju tempat karburasi motor.

"Kalau bahan kimia KOH sudah berkurang bisa ditambahkan secukupnya sendiri, tak perlu datang ke tempat kami. Rata-rata baru ditambah kalau sudah mencapai lebih kurang 2.000 km," kata dia.

Ketika ditanya mengapa tidak dipatenkan saja temuannya itu, Djoko mengatakan tidak perlu. Dia tidak risau bila ada orang yang meniru atau memanfaatkan teknologi temuannya. "Semua orang kan berhak. Ilmu itu yang penting bisa dimanfaatkan oleh orang lain. Saya tidak berpikir masalah paten," kata Djoko.

( bgs / asy, www.detik.com )



Kisah Energi Alternatif (2)


Djoko Sutrisno Temukan Ide dari Percikan Air Aki




Yogyakarta - Sejak muda Djoko Sutrisno memang gemar mengutak-atik barang elektronik maupun mesin. Alat untuk menghemat bahan bakar ditemukan Djoko secara tidak sengaja. Ide awalnya dari percikan air aki yang menimbulkan ledakan.

"Sekitar tahun 2005, ketika melihat isi aki dengan korek api, ternyata terjadi ledakan," kata Djoko saat bercerita mengenai teknologi temuannya itu kepada detikcom di rumahnya di Kelurahan Pakuncen, Jl. HOS Cokroaminoto No 76 Yogyakarta, Senin (26/5/2008).

"Mengapa ada ledakan? Padahal air yang diisikan ke dalam aki itu adalah air murni biasa?" tanya Djoko. Pasti ada gas di dalam air aki itu. Kalau gas seperti gas helium balon udara jelas tidak mungkin. Ternyata gas dari air yang bercampur dengan unsur-unsur kimia dalam aki itu. "Yang membuat saya bertanya-tanya terus adalah mengapa bisa terbakar dan meledak," kata dia.

Lama berpikir, akhirnya Djoko menemukan jawaban bahwa yang proses terbakar dan meledak itu karena adanya unsur hidrogen dalam air aki yang terurai karena proses kimiawi. Hal itu terlihat dari percikan air yang mengenai mukanya sehingga menimbulkan rasa gatal-gatal di kulit.

"Itu kuncinya, ternyata gas hidrogen itulah yang bisa membakar. Karena bisa membakar, secara prinsip bisa menjadi bahan bakar," kata dia.

Djoko kemudian teringat saat dia kecil tatkala melihat sebuah rumah terbakar. Ketika petugas pemadam kebakaran menyemprotkan air, kadang nyala api tidak padam. Namun sebaliknya nyala api justru semakin membesar dan merembet ke tempat lain.

"Ini ternyata air yang dipakai ada unsur hidrogen yang mudah terbakar dan oksigen yang juga dibutuhkan oleh api sehingga jadi besar," kata Djoko yang mudah akrab dengan berbagai orang yang ditemuinya.

Setelah itu, Djoko kemudian mulai berpikir untuk memanfaatkan hidrogen. Unsur hidrogen yang ada dalam air bisa dijadikan bahan bakar. Hidrogen yang merupakan unsur di dalam air ini ketika sudah dipisahkan akan menjadi gas
yang memiliki nilai oktan pada angka 130. "Hidrogen yang ada dalam sebuah tempat tertutup seperti di aki itu bisa dipakai," ujar dia meyakinkan.

Dia pun kemudian merancang sebuah alat yang bisa menampung atau menjebak gas hidrogen yang ada dalam air (H2O). Selanjutnya hidrogen yang sudah dipisahkan ini kemudian dimasukkan ke dalam ruang kompresi sepeda motor. Hasilnya, hidrogen ini akan mampu menjadi bahan bakar yang sangat ramah lingkungan, tanpa emisi dan tanpa jelaga.

"Teknologi ini bisa digunakan di mesin bensin maupun mesin solar. Untuk ukuran air yang digunakan tergantung besar kecilnya kendaraan. Yang jelas tetap pakai elektroda untuk menghasilkan hidrogen," kata dia.

( bgs / asy, www.detik.com )



Kisah Energi Alternatif (1)



Djoko Sutrisno Manfaatkan Air, Motor Jadi Irit




Yogyakarta - Pak Djoko yang satu ini berbeda dengan Joko Suprapto, warga Nganjuk Jawa Timur yang menemukan blue energy, bahan bakar berbahan baku air. Pak Djoko yang satu ini bernama lengkap P. Djoko Sutrisno, warga Kelurahan Pakuncen Jl HOS Cokroaminoto No 76 Yogyakarta.

Antara Djoko Sutrisno dan Joko Suprapto, sama-sama mengembangkan air. Bila Joko Suprapto mengembangkan air menjadi bahan bakar, maka Djoko Sutrisno hanya memanfaatkan atau menambahkan air ke dalam BBM, sehingga motor atau mobil yang dikendarainya menjadi lebih irit dibanding bila menggunakan 100 persen BBM. Prinsipnya kendaraan masih menggunakan BBM, namun dengan ditambah dengan teknologi temuan Djoko Sutrisno pengunaan BBM bisa irit atau hemat 100 - 150 persen.

"Setelah dipasangi teknologi ini, konsumsi BBM bisa hemat dua kali hingga tiga kali lipat. Untuk percobaan, dulu kita pakai motor dan mobil pribadi. Sekarang banyak warga yang ingin dipasangi alat itu," kata Djoko kepada detikcom dirumahnya, Senin (26/5/2008) kemarin.

Menurut dia, peralatan yang dibutuhkan juga sangat sederhana, tidak rumit dan tidak dipatenkan, meski alat ini memang hasil temuannya. Djoko tidak pelit, malah dengan sukahati dan sukarela membagikan pengetahuan itu kepada orang yang berminat mempelajarinya.

"Kalau mau membuat sendiri ongkosnya sekitar Rp 50 ribu hingga Rp 75 ribu. Mobil dan motor saya sudah saya pasangi sejak 2 tahun lalu," kata Djoko yang hanya jebolan kelas dua di SMP Pangudi Luhur itu.

Secara prinsip, kata Djoko, hingga saat ini kendaraan hanya bisa menggunakan bensin atau solar. Namun, Djoko yakin pada suatu ketika, kendaraan itu bisa dijalankan dengan menggunakan air. Hanya saja teknologinya memang perlu banyak perubahan.

Mengenai teknologi temuannya, Djoko menjelaskan, air yang akan menjadi sumber energi itu dicampur dengan zat kimia berupa Kalium Hidroksida (KOH). Gas hidrogen tersebut mampu menambah oktan di bensin atau solar, sehingga menjadi lebih hemat. "Prinsipnya air murni atau aquades ditambah KOH yang bisa dibeli di toko-toko bahan kimia dengan harga murah itu, motor bisa jalan," katanya.

Air yang yang sudah dicampur bahan tersebut kemudian dihubungkan dengan elektroda agar unsur oksigen dan hidrogen dalam air tersebut terurai. Setelah itu unsur hidrogennya yang mudah terbakar dijebak dan diambil sebagai sumber tenaga.

"Sangat sederhana sekali, logis dan ilmiah sehingga semua orang bisa memanfaatkannya. Saya tak takut temuan saya ini ditiru orang lain. Tak perlu dipatenkan agar semua orang bisa memanfaatkannya," imbuh dia.

Saat ini di kawasan tempat tinggalnya, sudah banyak mobil dan motor yang dimodifikasi dengan teknologi temuannya. Dua buah mobil VW Kodok dan KIA Carens milik temannya akan dipasangi alat itu. Sejak pagi pukul 08.00 WIB, dia dibantu 2-3 orang karyawan dan anggota keluarganya mengutak-atik motor milik orang lain yang minta dipasang alat tersebut.

Tidak hanya itu, banyak pemilik bengkel, bahkan warga luar kota Yogyakarta seperti Bogor, Bandung atau Semarang sengaja datang ke rumah Djoko yang sekaligus menjadi bengkel untuk menimba ilmu. "Saya juga tak pelit ilmu kalau memang ada orang yang benar-benar ingin belajar ke sini," kata dia.

( bgs / asy, www.detik.com)



May 24, 2008

about Hydrogen


Bahan Bakar Air, Mungkinkah?




”Saya yakin bahwa suatu hari air akan digunakan sebagai bahan bakar bahwa hidrogen dan oksigen yang menyusunnya, digunakan sendiri-sendiri atau bersama-sama, akan menjadi sumber panas dan cahaya yang tidak ada habisnya, dengan daya yang batu bara tak mampu menghasilkannya.”
(Jules Verne, The Mysterious Island, 1874)



Dunia dilanda kebingungan. Itu ungkapan yang mungkin bisa digunakan untuk melukiskan keadaan yang ada sekarang ini. Ketika bahan bakar minyak (BBM) masih menjadi pilar energi global, harganya cenderung tak terkendali dan menyusahkan banyak negara, termasuk Indonesia yang harus pontang-panting menyesuaikan anggaran belanjanya.

Masuk akal kalau lalu pikiran diarahkan ke energi alternatif. Pikiran ini memberi kebajikan lain justru ketika dewasa ini ada isu lain yang tidak kalah mendesak, yakni pemanasan global, di mana pembakaran BBM diyakini menjadi penyebab utama. Hanya saja, meski berfaedah dalam kedua hal di atas, energi alternatif tak mudah diterapkan dengan alasannya masing-masing, mulai dari tentangan masyarakat untuk energi nuklir hingga lokasi terbatas untuk energi geotermal.

Belakangan ini, salah satu yang gencar diwacanakan adalah energi nabati (biofuel). Amerika Serikat mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) dalam wujud etanol dari jagung, sementara Brasil mengembangkan BBN dari tebu. Namun, di sini pun kemudian muncul permasalahan, khususnya pada era ketika harga pangan melonjak. Ada yang menengarai salah satu penyebab kelangkaan pangan— yang lalu menyebabkan kenaikan harga pangan—adalah makin sempitnya lahan pertanian untuk tanaman pangan karena sebagian telah digunakan untuk menanam tanaman BBN.


Bahan Bakar Air
Khususnya dalam pembahasan mengenai energi air ini, ada kalangan yang mengatakan, sebenarnya selama ini kita dibohongi oleh kalangan ilmiah. Dengan keberhasilan mengajukan bukti penggunaan air biasa dalam berbagai mesin, apa yang selama ini diajarkan di bangku sekolah harus dianggap keliru.

Menurut situs H2Earth Institute (www.h2earth.org), air biasa kini sudah bisa digunakan (dibakar) pada mesin internal combustion engine (ICE) atau turbin, mengolahnya menjadi bahan bakar (fuel on-demand), saat itu juga (real time), tanpa transportasi atau penyimpanan hidrogen cair atau terkompresi, alkali kaustik, garam-garam katalis, atau hidrida logam.

Hal ini bisa dilakukan pada kendaraan bermotor dengan satu alat tambahan kecil yang ditenagai oleh sistem elektris kendaraan. Jadi, hal ini pada dasarnya adalah menjadikan air sebagai bahan bakar. Proses ini hanya menghasilkan uap air sebagai bahan buangan, yang dengan mudah bisa diambil kembali oleh satu radiator (penukar bahang) dan disirkulasikan kembali di sistem mesin bila dikehendaki.


Gaung di Indonesia
Apa yang dipromosikan oleh H2Earth Institute boleh jadi sulit dicerna oleh alam pikir konvensional, betapapun yakinnya lembaga itu atas ide ini. Di sini, yang dibuat adalah Sel Bahan Bakar Air, yakni teknologi untuk konversi efisien air menjadi gas bahan bakar (combustible) yang dikenal sebagai ’hydroxy’ atau ”Gas Brown”. Teknologi ini bisa dikatakan merana tak dilirik setelah penemunya (Stanley Meyer), demikian pula penemu senyawa gas baru (Dr Yull Brown), dan ahli teori yang memikirkan produksi gas tersebut melalui resonansi molekuler (Dr Henry Puharich) semua meninggal pada pertengahan tahun 1990-an.

Mungkin yang lebih dekat dengan pengalaman kita sejauh ini adalah apa yang dikemas dalam konsep hydrogen boost. Ini adalah sistem peningkatan kinerja jarak bensin yang didasarkan pada generator gas hidrogen yang ada pada mesin. Pengembang sistem ini juga punya sistem lebih lengkap yang bisa meningkatkan jangkauan kilometer hingga 15-25 persen pada kendaraan yang diuji.

Seperti dijelaskan dalam situsnya, hidrogen—bersama dengan kombinasi gas-gas elektrolisa lain (dalam hal ini adalah Gas Brown)—yang dimasukkan dalam bagian intake mesin akan meningkatkan penyebaran nyala selama pembakaran sehingga bahan bakar dalam wujud uap yang bisa dibakar pun jadi lebih banyak. Manfaat penambahan hidrogen pada mesin pembakaran internal, termasuk mesin diesel, sudah banyak diselidiki.

Di Indonesia juga terdengar kabar adanya pemanfaatan energi air ini. Sebagaimana disampaikan oleh rohaniwan Romo Kirjito di Yogyakarta, April lalu, rekannya, Joko Sutrisno, telah mencoba sistem ini untuk mobil dan motor. Kinerjanya untuk jip Katana adalah 1 liter bensin bisa untuk 20 km, sementara untuk motor, 1 liter bisa untuk 120 km.

Air yang digunakan untuk meningkatkan kinerja bahan bakar ini sekarang memang baru bersifat suplemen. Itu sebabnya, Joko masih enggan memublikasikan sistem yang ia gunakan. Cita-cita Joko sendiri, menurut Romo Kirjito, adalah memanfaatkan teknologi ini untuk menolong orang desa miskin dalam memperoleh energi efisien.

Kirjito mengingatkan, ketika AS dan Eropa sudah mulai banyak mendalami pemanfaatan hidrogen, baik untuk tujuan industri maupun perorangan, Indonesia pun seyogianya tidak ketinggalan. Sebagaimana penerapan energi alternatif lain, penerapan energi air sebagai bahan bakar pun diperkirakan tidak akan lepas dari hambatan.

Jujur harus diakui bahwa sekarang ini dunia masih didominasi oleh ekonomi minyak sehingga energi alternatif—meskipun kondisi sekarang sudah masuk dalam tingkat darurat—tampaknya masih nonprioritas. Adakah kekuatan yang bisa mewujudkan impian H2Earth Institute untuk memutus rantai BBM sehingga masyarakat secara seketika, diskontinu, dan radikal (disruptive) bisa beralih ke teknologi energi baru yang secara lingkungan, ekonomi, dan politik memberi solusi atas permasalahan yang ada sekarang ini?

(Ninok Leksono,
http://www.kompas.com)



May 05, 2008

about life



Orang Yang Telah Kosong



"Orang yang telah kosong tidak memaksa orang lain mengikuti cara hidupnya.

Ia sadar, Pencipta memperlakukan setiap pribadi berbeda.

Ia tidak mencela orang yang selalu gagal.

Hatinya diliputi dengan empati dan pengertian.


Orang yang telah kosong tidak terbawa arus persaingan apa pun,

karena tahu ia tidak perlu berkompetisi dengan siapa pun.

Ia aman berlari melaju di jalurnya sendiri,

serta menyelesaikan petualangan dan pertandingan hidupnya.


Orang yang telah kosong tidak panas hati,

apalagi kecewa melihat orang lain nampaknya lebih mulia,

tapi dengan tekun berlari dijalurnya sampai garis akhir.


Orang yang telah kosong tidak meluap dengan amarah,

Telinganya tidak mudah panas dan merah saat cacian datang,

tidak emosi ketika kritikan dihujamkan bertubi-tubi kearahnya.

Badai dihatinya telah teduh, kedamaian memimpin langkahnya.


Orang yang telah kosong tidak membela diri,

bahkan ketika disudutkan begitu rupa.

Ia memiliki rasa aman yang tinggi,

karena sadar bahwa dirinya ada dalam tangan Kehendak TUHAN-nya.


Orang yang telah kosong tidak peduli apa kata orang,

bagaimana nama baiknya, atau siapa yang paling besar dan hebat.

Permainan itu telah dikuburnya dalam-dalam.


Orang yang telah kosong tidak pernah ingin menonjol.

Ia hanya peduli apa kata hati nurani dan Penciptanya.

Dengan setia dan sukacita memfokuskan dirinya,

dan mengerjakan bagiannya agar memenuhi Destiny hidupnya.


Itulah yang terindah bagi orang yang telah kosong,

hanya dengan itulah kemanusiaan sejatinya menjadi penuh dan utuh,

sehingga membahagiakan dan membanggakan Penciptanya,

serta berdampak bagi sesamanya.


Kenangan atasnya kekal,

dan ia akan bercahaya seperti bintang-bintang,

tetap 'tuk selama-lamanya."


(nataNaeL roNny 'thoNGpO' wijAYa)



Diposting juga di: http://bendantik.blogs.friendster.com





April 29, 2008

About Hydrogen



BMW dan TOTAL Bangun Stasiun Pengisian Hidrogen




Baru-baru ini BMW melakukan pemasangan tangki hidrogen di kota Munich, Jerman. Pemasangan ta
ngki ini menandai dimulainya konstruksi stasiun umum pengisian hidrogen pertama di kawasan metropolitan Munich. Stasiun itu terletak di Detmoldstrabe, tidak jauh dari Pusat Penelitian dan Inovasi BMW Group. Instalasi tangki penyimpanan bawah tanah untuk hidrogen cair di stasiun pengisian TOTAL merupakan yang pertama di Jerman, ini berarti stasiun pengisian hidrogen tersebut tidak kelihatan berbeda dari stasiun pengisian bahan bakar konvensional.

"Ini menandakan kemajuan yang signifikan dari integrasi hidrogen sebagai bahan bakar masa depan menuju infrastruktur pengisian bahan bakar sehari-hari," jelas Daniel Le Breton, Direktur Transpor dan Energi TOTAL Group. Selain bahan hidrogen, stasiun pengisian bahan bakar terbaru tersebut juga akan menyediakan bahan bakar bensin dan diesel serta dij
adwalkan untuk dibuka pada akhir tahun ini.

Professor Dr. Burkhard Göschel, anggota Dewan Pengembangan dan Pembelian BMW (Development and Purchasing), berkomentar: "Bersamaan dengan pengembangan infrastruktur hidrogen, BMW Group secara sistematis mengarahkan pengembangan teknologi untuk kendaraan berbahan bakar hidrogen. BMW Seri 7 dengan mesin berbahan bakar hidrogen saat ini sedang dikembangkan untuk memasuki tahap produksi."

Stasiun pengisian bahan bakar terbaru tersebut dapat terwujud karena kerjasama yang erat antara BMW Group dan TOTAL dalam mempromosikan hidrogen sebagai sumber energi alternatif untuk kendaraan. Sebagai hasil dari penandatanganan kesepakatan antara kedua perusahaan ini pada bulan Mei 2006, TOTAL akan membangun dan mengoperasikan tiga buah stasiun pengisian hidrogen di Eropa pada akhir tahun 2007. (ry - www.otogenik.com)



Rahasia Teknologi Honda FCX Clarity


Upaya Honda tersebut dimulai dari mesin mungil CVCC yang melambungkan Civic dan Accord di era 70-an, lalu teknologi katup yang membuat Honda NSX menjadi supercar (80-an) yang dihormati, Insigh hybrid di akhir 90-an dan Kamis (14/11) Honda FCX Clarity berteknologi fuel cell diperkenalkan di Los Angeles Auto Show 2007.

Honda FCX Clarity merupakan versi produksi dari Honda FCX Concept dan akan dipasarkan mulai musim panas 2008. Lebih kuat dengan daya jelajah lebih jauh dibandingk
an versi konsepnya. Honda juga membuatnya lebih ringan dan efisiensi lebih baik.

Honda merencanakan meluncurkan model ini secara ekslusif di Southern California yang memiliki infrastruktur pengisian bahan bakar hidro
gen paling banyak. Fasilitas pengisian bahan bakar hidrogen direncanakan dibanyak tempat di USA dan Eropa.

FCX Clarity memproduksi daya maksimal 134 horsepower dan torsi 189 ft-lb. Honda tidak menjualnya tapi menyewakan, $600 perbulan. Harga itu termasuk perawatan dan asuransi tabrakan.


Rahasianya mengayam pembuluh

Mobil berteknologi fuel cell menggunakan bahan bakar hidrogen. Lewat reaksi kimia dengan oksigen di fuel stack dihasilkan energi listrik dan
air. Listrik dikirim ke battery untuk mengerakkan motor listrik, air dikeluarkan. Tambahan energi listrik dihimpun lewat konversi energi kinetik dari pengereman atau perlambatan mobil.

Hond
a mengembangkan teknologi V Flow stack yang mampu menghasilkan output hingga 100kW dengan ukuran lebih kecil dan lebih ringan dibandingkan fuel cell stack Honda sebelumnya. Kuncinya adalah struktur cell yang baru. Struktur baru itu mengalirkan hidrogen dan udara secara vertikal dan gaya gravitasi digunakan untuk membantu mengeluarkan (drainage) air lebih cepat dari lapisan pembangkit listrik. Hasilnya adalah proses pembangkitan energi listrik lebih stabil. Selain itu, mobil juga bisa dihidupkan hingga suhu -30 celcius (salah satu kelemahan mesin fuel cell sebelumnya adalah sulit dihidupkan di udara dingin). Struktur baru ini juga memungkinkan dalamnya cerukan tempat air mengalir dikurangi 17% yang memberi kontribusi besar untuk menghasilkan cell lebih tipis dan lebih kompak.

Pembuluh tempat mengalirnya hidrogen dan udara saling menyisipi seperti teranyam dengan pembuluh yang mengalirkan cairan pendingin. Teranyam seperti itu menurut Honda menghasilkan panjang aliran lebih besar daripada susunan pembuluh yang lurus. Selain itu menghasilkan gerakan turbulen dalam pembuluh yang memperbaiki distribusi hidrogen dan udara. Hasilnya, udara dan hidrogen tersebar lebih merata ke seluruh lapisan elektrode, sehingga lapisan pembangkit listrik bekerja lebih efisien. Data Honda, proses pembangkitan energi listrik lebih tinggi 10% dibandingkan bila menggunakan pembuluh lurus.

Pembuluh coolant yang bergerak horizontal menghasilkan pendinginan lebih baik di seluruh lapisan pembangkit energi listrik. Ini menghemat jumlah lapisan pendingin hingga separuh dibandingkan fuel stack sebelumnya. Jika fuel stack sebelumnya memiliki satu lapisan pendingin ditiap cell, pada fuel stack baru ini cukup satu pendingin untuk tiap dua cell. Ini menyumbangkan 20% dalam memangkas panjang stack dan 30% dalam mengurangi bobotnya. Inilah terobosan besar dalam disain fuel stack yang kompak dan ringan.


Jauh lebih menarik

Dibanding
kan pendahulunya, FCX Clarity memiliki banyak kemajuan. Yaitu fuel economy meningkat 20%. Bila dibandingkan mobil setara dengan mesin bensin konvensional, bisa 2 - 3 kali lebih irit dan 1.5 kali lebih irit dibandingkan hybrid. Daya jelajahnya meningkat 30% jadi 430 km. Rasio power-to-weight meningkat 120% karena pengurangan bobot sistem penggerak fuel cell (fuel cell powertrain) hingga 180kg, padahal dimensi mobil lebih besar. Ukuran fuel cell powertrain susut 45%. Battery lithium ion baru 40% lebih ringan, 50% lebih kecil dibandingkan FCX Concept. Tangki hidrogen dengan kapasitas 5000psi memuat 10% lebih banyak hidrogen.

Bagi Honda, FCX Clarity lebih dari sekedar kendaraan fuel cell. Mobil ini menunjukkan visi Honda terhadap disain mobil masa depan, lepas dari kungkungan akibat teknologi mesin konvensional. Hadir dengan sosok sedan empat pintu, moncong pendek, kabin luas nyaman untuk empat orang plus bawaannya. Komponen sistem penggerak, motor listrik, fuel cell stack, battery dan tangki hidrogen dibuat lebih ringkas dan disebar di sekujur mobil untuk mengoptimalkan ruang, kenyamanan dan peforma keseluruhan mobil.

Selaras dengan konsep ramah lingkungan, Honda menggunakan jok kursi dan door lining dari Honda Bio-Fabric yang dibuat dari tumbuhan. Lapisan ini kuat, tidak mudah aus, tidak gampang kusam dan proses pembuatannya hemat emisi CO2. Kelangkapan lain termasuk sistem navigasi terbaik dengan petunjuk lokasi pengisian hidrogen, rear view camera, Adaptive Cruise Control (ACC), Collision Mitigation Brake System (CMBS), sound system berkualitas tinggi dan koneksi Bluetooth.

Meskipun FCX Clarity -dan mobil fuel cell lainnya- hanya mengemisikan air tapi proses produksi hidrogen, bahan bakar mobil fuel cell justru dituding boros emisi CO2. Menurut Honda, emisi CO2 untuk memproduksi hidrogen sangat bervariasi tergantung sumber yang dipakai. Bila dihitung well to wheel (seluruh emisi CO2 yang dihasilkan dari sejak proses produksi bahan bakar hingga di emisikan lewat knalpot mobil), produksi hidrogen dengan bahan baku gas alam, mengemisikan CO2 kurang dari separuh dibandingkan mobil bensin biasa. Metode ini yang paling banyak dipakai saat ini. Emisi CO2 semakin berkurang bila energi listrik dihasilkan lewat sumber-sumber terbaharukan seperti matahari, angin, air dan gelombang.

(KCM | Global - Oleh Redaksi Web - Tuesday 20 November 2007 - 09:45:49)



Mobil Hidrogen, Alternatif Untuk Masa Depan


Isu lingkungan membuat pabrikan mobil melirik kendaraan ramah lingkungan.
Mobil hijau ini ditandai dengan hasil buangannya yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Jika bosan menunggu mobil listrik, ada alternatif baru:
mobil sel bahan bakar (
fuel cell).


Berbobot hampir 2.600 kg, mobil kekar yang nongkrong di pinggir kota Detroit tempat pabrik mobil DaimlerChrysler itu terlihat bukan seperti "mobil masa depan". Lekuk-lekuknya masih mengingatkan mobil buatan akhir abad ke-20. Begitu memasuki kabin, nuansa kendaraan sport (SUV, sport utility vehicle) pun langsung terasa. Akan tetapi, bukalah kap mesinnya. Hoopla…!

Jeroan kendaraan yang dinamai Commander II ini ternyata tidak seperti kendaraan SUV umumnya. Di tempat mesin pembakar terdapat pengilang terpadu – sistem prosesor bahan bakar dari gas bertekanan tinggi, kompresor, dan reaktor kimia yang mengubah metanol menjadi gas hidrogen. Gas hidrogen ini menjadi menu utama bagi dua tumpukan sel bahan bakar (fuel cell). Sel ini menggabungkan hidrogen dan oksigen di dalam reaksi kimia sehingga dihasilkan listrik yang bisa menjalankan SUV tadi ke jalan raya.

Pengoperasian mobil ini bersih dan efisien. Hanya menghasilkan air, karbondioksida, dan panas. Tak ada polutan udara dan jelaga seperti kendaraan konvensional. Pembuatnya, DaimlerChrysler dan rekannya – pengembang fuel cell dari Kanada, Ballard Power System, serta saingan Daimler, Ford Motor Co. – percaya bahwa kendaran ini memiliki kekuatan dan kinerja yang setara dengan kendaraan yang digunakan saat ini.


Keajaiban membran

Dibanding mobil listrik maupun hibrida, mobil fuel cell ini lebih menarik untuk dikembangkan. Ia bebas listrik yang berasal dari tenaga baterai sehingga membuatnya menjadi mobil terbersih di jalanan saat ini. Memang, mobil bertenaga baterai begitu responsif, hampir tak bersuara karena tak ada bunyi dari piston. Akan tetapi jangkauannya masih terbatas.

Untuk memperluas jangkauan itu, salah satu cara adalah dengan membawa bahan bakar yang bisa menghasilkan listrik onboard. Pendekatan inilah yang dilakukan oleh mobil hibrida listrik–bensin seperti Toyota Prius. Prius memakai mesin pembakaran yang kecil dan efisien, ditambah setumpukan baterai yang mendukung mesin selama akselerasi dan menyerap daya dari roda ketika mengerem. Masalahnya, teknologi ini rumit dan mahal karena menggabungkan teknologi pendorong listrik dan mekanis.

Nah, menyusul pengembangan mobil hibrida listrik-bensin, yang ternyata cukup rumit dan mahal karena menggabungkan teknologi pendorong listrik dan mekanis, terpikirlah tentang fuel cell. Tidak seperti baterai yang menyimpan muatan, fuel cell menghasilkan listrik saat mobil berjalan. Cukup menggotong bahan bakar, dan fuel cell akan mengantar mobil Anda ke mana pun pergi.

Ada banyak bahan bakar dan material yang dapat dipakai dalam sistem ini. Namun yang menjadi pilihan favorit adalah proton exchange membrane (PEM). Sel PEM ini padat dan kompak serta bisa dioperasikan pada temperatur yang relatif "dingin", 80o C. Jantung dari sel PEM ini adalah membran plastik elastis yang dilapisi katalis platinum. Katalis ini memisahkan gas hidrogen menjadi proton dan elektron; hanya proton yang bisa melewati membran. Elektron "berkeliaran" di sekitar membran, menghasilkan arus listrik yang berguna sebelum bergabung kembali dengan proton dan oksigen di sisi lain membran untuk membentuk air. Penumpukan serangkaian pasangan membran-katalis seperti ini, atau disebut "sel", bisa melipatgandakan tegangan.

Sistem ini telah berhasil membawa Gemini memutari Bumi tahun 1960-an. Hanya saja, untuk aplikasi komersial seperti mobil, misalnya, sistem ini masih terlalu mahal dan terlalu besar. Pengembangan pun dilakukan. Misalnya di akhir tahun 1980-an para peneliti di Los Alamos National Laboratory berhasil mengurangi pemakaian platinum sampai 90%. Ballard juga sukses meningkatkan densitas daya dengan menjaga membran basah tapi tidak kuyup dan menyempurnakan pemipaan yang mengalirkan hidrogen, oksigen, dan air di dalam rangkaian sel tadi.

Dua tahun lalu Ballard telah melewati batas minimum densitas daya bagi keperluan automobil – 1.000 watt per liter – melalui rangkaian sel Mark 700, dua di antaranya dipakai untuk menggerakkan Commander II. Rangkaian sel Marks 900 diluncurkan awal tahun ini, menghasilkan 1.350 watt per liter. "Kerapatan daya sebesar itulah yang praktis bagi kendaraan saat ini," kata Paul Lancaster, direktur keuangan Ballard.


Metanol masih berbahaya

Tantangan utama Ballard adalah membuat rangkaian sel lebih murah. Salah satu cara, selain berkongsi dengan Ford dan DaimlerChrysler untuk mengoptimalkan rancangan rangkaian sel tadi, Ballard juga mengomersialisasikan fuel cell dengan mengaplikasikan pada beberapa alat; tidak hanya untuk kendaraan, tapi juga generator portabel, generator rumahan, dan pembangkit listrik tetap.

Sementara itu, DaimlerChrysler and Ford memusatkan pada pembuatan bagian lain dari mobil. Kendala terberat mereka adalah menjaga suplai hidrogen ke rangkaian. "Persoalan fuel cell adalah persoalan bahan bakar. Sudah bukan persoalan fuel cell lagi," kata Mohsen Shabana, manajer program kendaraan fuel cell di bagian rekayasa teknik DaimlerChrysler di Rochester Hills, Michigan.

Ada tiga macam bahan bakar yang dipertimbangkan: bensin, metanol, dan hidrogen. Jika dipakai bensin, soal ketersediaan tidak masalah. Bensin ada di mana-mana. Akan tetapi sulit menyuling hidrogen dari bensin di atas kendaraan. Proses itu biasa dilakukan oleh pabrik kimia maupun penyulingan minyak. Memindahkan ke bawah kap bukan perkara mudah. Belum adanya sulfur yang bisa mengancam fuel cell.

DaimlerChrysler pun mencoba mengembangkan sistem metanol. Beberapa fuel cell langsung berjalan menggunakan metanol dibandingkan dengan hidrogen. Metanol menjadi target yang lebih gampang dibandingkan dengan bensin sebab bebas sulfur dan hidrogen yang dihasilkan secara relatif berada di pertengahan 300o C. Akan tetapi menyuling metanol masih menjadi proses rumit yang membutuhkan banyak tahapan, masing-masing harus diberi tempat sendiri dan pada temperatur khusus.

Selain itu, untuk memanaskan prosesor yang besar memerlukan waktu lama karena menggunakan uap. Persoalan ini diatasi dengan menerapkan katalis sebagai pengganti uap. Sayangnya, "Sistem ini begitu rumit, dan perlu banyak komputer untuk saling berbicara," kata Bruce Kopf, direktur TH!NK Technologies, perusahaan mobil listrik milik Ford. "Tidak banyak orang yang bisa membuat sistem ini jalan."

Hal lain yang menjadi kendala bagi metanol adalah sifat kimianya. Metanol merupakan bahan yang berbahaya – bisa berakibat fatal jika masuk perut. Sifatnya yang larut dalam air membuat metanol menjadi ancaman bagi reservoar air bawah tanah. Ketika bau kimia tercium di air minum di kawasan Kalifornia, buru-buru perusahaan minyak mengeluarkan aditif bahan bakar berbasis metanol methyl tertiary butyl ether (MTBE) dari bensin hasil olahan mereka.


Pipa saluran masa depan

Solusi paling jelas, tentu saja, menggunakan hidrogen langsung sebagai bahan bakar. Apalagi jika dilihat dari kemampuannya menghasilkan energi per berat yang lebih besar dibandingkan dengan bahan bakar lain. Jika dibandingkan dengan bensin misalnya, energi per berat yang dihasilkan hidrogen tiga kali lipat. Hanya saja, masih sulit untuk memasukkan gas energetik ini ke dalam tanki bahan bakar. Selain itu, hidrogen termasuk gas yang mudah terbakar. Ingat kasus Hindenburg?

Toh masih ada celah. DaimlerChrysler, misalnya, menggunakan tanki hidrogen cair. Sayangnya, teknologi cyrogenic untuk menyimpan bahan bakar pada temperatur –253o C (hanya 20 derajat di atas nol absolut) masih menjadi mainan peneliti. Lagi pula, beruntunglah Anda menemukan stasiun pengisi hidrogen; hanya ada setengah lusin di seluruh dunia!

Itulah yang menjadi tantangan Graham Batcheler, presiden Texaco Energy System di Houston. Ia percaya fuel cell akan menggantikan mesin pembakaran internal (internal combustion engine). Maka perusahaannya tak ragu lagi untuk berinvestasi dalam teknologi yang bisa memudahkan hidrogen ditangkikan.

Salah satu kemungkinan adalah dengan pemampatan. Dengan tangki yang lebih kuat hidrogen dimampatkan sampai tekanan yang lebih besar. Bisa juga dengan mendesain ulang kerangka kendaraan yang dapat menampung tangki lebih besar tanpa kehilangan kinerjanya. Pilihan lain adalah dengan mengepak material yang mengikat hidrogen ke dalam tangki. Serat grafit dengan struktur nano yang ruwet, sebagai contoh, telah menunjukkan kemampuannya menyerap lebih dari 20% hidrogen per berat.

Ballard, DaimlerChrysler, dan Ford akan menguji coba teknologi mereka tahun depan di Kalifornia. Ford dan DaimlerChrysler bahkan berjanji akan melempar ke pasar mobil fuel cell tahun 2004. Walaupun mereka tahu akan kehilangan uang untuk proyek itu. Tapi Kopf menyatakan, selalu ada kemungkinan bahwa teknologi akan segera melunasi (investasi yang telah ditanamkan) lebih cepat dari yang diharapkan. Ketidakstabilan di Timur Tengah, misalnya, bisa memompa harga bensin sampai AS $ 5 per galon.

Proyek ini memang jangka panjang. Fuel cell menjanjikan mobil yang berkelanjutan (sustainable), memangkas polusi, dan membebaskannya dari politik minyak. Daya tarik yang besar adalah, "Janji emisi gas buang yang nol, secara potensi tidak mengeluarkan gas emisi rumah kaca dan tidak menimbulkan ketergantungan energi," kata Kopf. "Itu merupakan mantra suci industri otomotif."

Juergen Schrempp, direktur DaimlerChrysler, sendiri secara pribadi membela kredit bagi program fuel cell senilai AS $ 1 miliar sebagai "pipa saluran masa depan." World Engineers Convention pun menelurkan sikap, "Kita semua berbagi tanggung jawab untuk menyelesaikan proyek ini, karena menerima tanggung jawab adalah bagian dari martabat umat manusia."

(TR/Yds - www.indomedia.com/intisari)


Hidrogen Bantu Pencegahan Krisis Energi



(Erabaru.or.id) − Hidrogen adalah suatu elemen yang paling sering dijumpai di alam semesta, dapat digunakan sebagai bahan bakar dari sebuah mesin pembakaran atau digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, dan merupakan bentuk emisi yang sangat bersih dibanding bensin. Industri otomotif sepertinya telah menetapkan hidrogen sebagai solusi senjata ajaib terhadap kekhawatiran akan krisis energi.

Apakah hidrogen jawabannya? Honda adalah salah satu perusahaan otomotif yang memikirkan gagasan ini – sebagaimana dinyatakan dalam konsep FCX-nya yang diluncurkan baru-baru ini, bahwa “Hidrogen akan menjadi bahan bakar generasi berikutnya dari kendaraan global. Kenya-taannya diterima oleh segenap industri. Di samping itu hidrogen merupakan elemen yang paling umum ditemui di alam semesta, pasokan bukanlah sebuah masalah.”

Tetapi bagaimana dengan kendaraan listrik generasi baru yang akan datang? Karena dengan kendaraan bertenaga hidrogen, yang masih terlalu dini, kendaraan dengan tenaga listrik nampaknya memiliki alasan tersendiri yang kuat. Jadi, apabila memperhatikan dengan seksama perbandingan tenaga baterai dengan bahan bakar hidrogen internal, mari kita lihat kebutuhan sumber bahan bakar transportasi yang harus tersedia terus, lihat bagaimana perban-dingan antara hidrogen dan baterai:


1. Ketersediaan yang berlimpah
Tidak akan terlalu lama sebelum ada milyaran kendaraan berpenumpang di bumi, maka bagaimanapun juga pemikiran ke depan pada sistem bahan bakar harus dapat memenuhi kebutuhan yang sangat besar. Hidrogen tersedia sangat banyak – karena ia elemen alam semesta yang paling umum – dan secara pasti kita tidak kekurangan elektron. Cadangan hidrogen dan bahan baku baterai sangat banyak dan beragam, dan lithium, teknologi baterai yang menonjol saat ini, sangat berlimpah. Dua teknologi ini (penggunaannya) secara relatif imbang dan mantap.

2. Efisiensi
Hidrogen dan baterai keduanya dapat dilihat sebagai alat penyimpanan dan pemindahan energi untuk pemakaian di waktu kemudian. Oleh karena itu, rasio perbandingan energi yang anda dapat dan yang anda simpan adalah sebuah pertimbangan yang penting.

Elektrolisa air adalah cara yang paling mudah untuk memperoleh hidrogen – tetapi daya listrik yang digunakan hanya sekitar 70% dalam proses untuk memperoleh hidrogen. Kemudian hidrogen perlu dimampatkan atau didinginkan agar menjadi hidrogen cair sehingga dapat disimpan dalam tangki bahan bakar mobil dalam volume yang cukup banyak – pemampatan gas memang lebih efisien dari dua proses tersebut, tetapi energi yang tersimpan juga membutuhkan biaya 10% lebih besar. Efi-siensi unit penyimpanan daya listrik dalam aki itu sendiri perkiraan realis-tisnya sekitar 36% di bawah beban normal – mengakibatkan kerugian secara keseluruhan pada efisiensi daya pada roda kurang dari 25%. Itu berarti daya yang digunakan untuk menghasilkan hidrogen kurang dari seperempat dari daya sebenarnya yang diperlukan untuk menggerakkan mobil.

Baterai unggul dalam hal kebersihan untuk melawan efisensi sistem perputaran roda. Pengisian ulang baterai ion-lithium konvensional mempunyai efisiensi sekitar 93%, sama dengan efisiensi saat digunakan. Efi-siensi keseluruhan unggul 85% lebih. Untuk energi pemakaian yang sama, daya tahan baterai adalah tiga kali lebih besar dibanding bahan bakar kimia (hidrogen cair).

3. Keamanan
Tempat penyimpanan bertekanan tinggi, sifat mudah terbakar, keracun-an dan potensi ledakan adalah ancaman bagi keselamatan. Bahan bakar yang bersumber dari bahan kimia yang dimampatkan dengan tekanan hingga 35MPa maupun hidrogen cair yang perlu disimpan di bawah temperatur -253 derajat Celsius, jelas memiliki kemungkinan salah penanganan andaikata terjadi ke-celakaan. Tetapi di sini baterai juga mempunyai kekurangannya sendiri, memunculkan resiko bahaya listrik, racun kimia, kebakaran dan asap. Hukum belum menyentuh persoalan ini semua.

4. Ekonomis
Kedua bahan bakar ini di masa sekarang masih sangat mahal, wa-laupun diramalkan akan menjadi lebih murah dikarenakan volume produksi akan meningkat di masa mendatang. Perhatian lebih tinggi diarahkan pada faktor ekonomi yang berkaitan dengan pembangunan jaringan distribusi. Sekarang sistem jaringan listrik telah dibangun deng-an baik di sebagian besar negara, dan dengan sedikit modifikasi dan pe-nguatan dapat meningkatkan penanganan dalam memenuhi kebutuhan energi apabila bensin sudah tidak dipakai sebagai bahan bakar transportasi penumpang.

Hidrogen lebih meragukan. Agar dapat menyesuaikan dengan manfaat utamanya – yaitu untuk diisikan ke dalam mobil – jaringan distribusi hidrogen yang sama dengan yang digunakan untuk mendistribusikan minyak perlu dibangun. Atom hidrogen sedemikian kecil, dapat menjalar keluar melalui struktur molekuler kontainer dan pipa, itu berarti mahal dan bermasalah apabila dipindahkan dalam jumlah besar. Mengolah hidrogen di stasiun pengisian merupakan pemecahan masalah yang potensial, tetapi pada akhirnya, menggantikan fungsi minyak menjadi hidrogen akan memakan biaya miliaran dolar Amerika sendiri. Baterai listrik dalam konteks ini mempunyai keunggulan yang jelas. (dta/pravda.ru)